PEKANBARU -- Curiga boleh, menuduh jangan, begitulah pandangan sebagian pedagang terhadap motif Pemko yang bersikeras memaksa PKL pasar Jongkok mengosongkan lokasi dimana mereka biasa berjualan saat ini. Apa sesungguhnya yang melatar belakangi Pemko seperti dikejar target menggusur PKL?
Pekanbaru MX mencoba mencari tahu perihal tersebut. Telusuran pertama langsung ke lokasi lahan relokasi di Jalan Purwodadi kelurahan Sidomulyo Barat. Lahan yang terlihat masih dalam tahap penyelesaian tersebut terlihat semrawut dengan beberapa pekerja masih melakukan pengurukan tanah, pembuatan lapak-lapak dan perataan tanah.
Tak salah bila seluruh pedagang menolak pindah ke lokasi tersebut. Karena selain kondisinya yang belum layak huni, harga sewa per lapak juga terbilang mencekik leher pedagang. Per lapak pihak pengelola mematok harga Rp 450 ribu ditambah uang pendaftaran sebanyak Rp 150 ribu.
"Dulu dikatakan akan diundi agar adil, tapi beberapa yang sudah mendaftar bisa memilik lapak yang diinginkan. Itupun tidak tahu mereka PKL pasar jongkok atau bukan," terang Nurmi, PKL pasar Jongkok yang datang melihat lokasi, Kamis (30/5).
Lahan seluas kurang lebih 2,1 Ha tersebut diperkirakan bisa menampung 900 lapak bahkan lebih. Jika harga lapak Rp 450 ribu dikalikan jumlah lapak, total uang pedagang kecil yang bisa ditangguk pengelola adalah Rp 405.000.000 setiap bulan. Jumlah yang sangat menggiurkan kalangan pebisnis.
Siapa pihak swasta yang disebut-sebut menjalin kerjasama dengan pihak Pemko Pekanbaru tersebut. Selentingan kabar yang sudah lama beredar mengatakan pengusaha yang mendapat hak pengelolaan lokasi di Purwodadi tersebut adalah salah seorang kerabat pejabat berpengaruh di Pemko Pekanbaru.
Untuk mengecek kebenaran isu tersebut Pekanbaru MX menanyakan langsung ke Lurah Sidomulyo Barat soal status dan siapa penyewa lahan tersebut. Sayang Lurah Hendri Safitrah SH MH tidak berada di tempat karena tengah menjalankan ibadah umroh. Namun sekretaris Lurah. Sidomulyo Barat, Yul bersedia mejawab pertanyaan.
"Kalau pemilik lahan, itu banyak pemiliknya, tapi siapa penyewanya saya kurang tahu juga. Memang pihak swasta, tapi namanya saya tak tahu," jawab Sekretaris Lurah.
Salah seorang staf kelurahan akhirnya keceplosan menyebut sebuah nama.
"Kalau tak salah namanya Eddy, pengusaha," cetus staf kelurahan tersebut.
Seklur Yul akhirnya membenarkan nama Eddy sebagai penyewa atau pengelola lahan relokasi PKL Sukajadi. Namun ia menolak memberi tahu nama lengkap sang pengusaha dan kantornya.
"Soal itu saya tidak tahu menahu. Silakan dicari sendiri," jawab Yul dengan nada khawatir.
Sementara PKL Pasar Jongkok sudah diuber-uber untuk mengosongkan areal berjualan, pengerjaan lahan relokasi masih amburadul dan masih butuh waktu lama agar benar-benar representatif untuk ditempati sebagai tempat usaha. Satu alat berat terlihat mondar-mandir melakukan pengerukan, perataan dan pemadatan.
Lamanya waktu yang dibutuhkan menyelesaikan lokasi tersebut membuat Pedagang heran, mengapa Pemko memaksa mereka pindah.
"Kalau lantainya dibiarkan berupa tanah tanpa disemen, alamat berlumpur-lumpurlah kalau hujan datang. Kerja Pemko tidak matang begini, macam mana awak mau berjualan?" keluh Iwan Lubis, seorang pedagang Pasar Jongkok.
Jika benar motif pemaksaan pengosongan Pasar jongkok untuk dipindahkan ke Purwodadi karena kepentingan bisnis perorangan, para pedagang mengaku amat menyayangkan.
Sayangnya anggota Komisi II DPRD Kota Pekanbaru, Ir Nofrizal MM justru tidak mempermasalahkan jika pengelolaan lahan relokasi PKL di Purwodadi tersebut dipegang pengusaha atau swasta.
"Kalau Pemko mau kerjasama dengan pengusaha tak masalah. Hanya saja pedagang dirugikan," kata Norfrizal kepada Pekanbaru MX.
Menjawab kecurigaan pedagang bahwa dibalik penggusuran Pasar Jongkok ada kepentingan bisnis perseorangan, Wakil Wali Kota Pekanbaru Ayat Cahyadi mengaku dirinya tak melihat adanya hal itu.
"Itu hanya kerjasama biasa saja antara Pemko dengan pihak ketiga. Tak perlu dipermasalahkan," kata pejabat asal Partai Keadilan Sejahtera tersebut.***
Pekanbaru MX mencoba mencari tahu perihal tersebut. Telusuran pertama langsung ke lokasi lahan relokasi di Jalan Purwodadi kelurahan Sidomulyo Barat. Lahan yang terlihat masih dalam tahap penyelesaian tersebut terlihat semrawut dengan beberapa pekerja masih melakukan pengurukan tanah, pembuatan lapak-lapak dan perataan tanah.
ARTIKEL LAINNYA
Tak salah bila seluruh pedagang menolak pindah ke lokasi tersebut. Karena selain kondisinya yang belum layak huni, harga sewa per lapak juga terbilang mencekik leher pedagang. Per lapak pihak pengelola mematok harga Rp 450 ribu ditambah uang pendaftaran sebanyak Rp 150 ribu.
"Dulu dikatakan akan diundi agar adil, tapi beberapa yang sudah mendaftar bisa memilik lapak yang diinginkan. Itupun tidak tahu mereka PKL pasar jongkok atau bukan," terang Nurmi, PKL pasar Jongkok yang datang melihat lokasi, Kamis (30/5).
Lahan seluas kurang lebih 2,1 Ha tersebut diperkirakan bisa menampung 900 lapak bahkan lebih. Jika harga lapak Rp 450 ribu dikalikan jumlah lapak, total uang pedagang kecil yang bisa ditangguk pengelola adalah Rp 405.000.000 setiap bulan. Jumlah yang sangat menggiurkan kalangan pebisnis.
Siapa pihak swasta yang disebut-sebut menjalin kerjasama dengan pihak Pemko Pekanbaru tersebut. Selentingan kabar yang sudah lama beredar mengatakan pengusaha yang mendapat hak pengelolaan lokasi di Purwodadi tersebut adalah salah seorang kerabat pejabat berpengaruh di Pemko Pekanbaru.
Untuk mengecek kebenaran isu tersebut Pekanbaru MX menanyakan langsung ke Lurah Sidomulyo Barat soal status dan siapa penyewa lahan tersebut. Sayang Lurah Hendri Safitrah SH MH tidak berada di tempat karena tengah menjalankan ibadah umroh. Namun sekretaris Lurah. Sidomulyo Barat, Yul bersedia mejawab pertanyaan.
"Kalau pemilik lahan, itu banyak pemiliknya, tapi siapa penyewanya saya kurang tahu juga. Memang pihak swasta, tapi namanya saya tak tahu," jawab Sekretaris Lurah.
Salah seorang staf kelurahan akhirnya keceplosan menyebut sebuah nama.
"Kalau tak salah namanya Eddy, pengusaha," cetus staf kelurahan tersebut.
Seklur Yul akhirnya membenarkan nama Eddy sebagai penyewa atau pengelola lahan relokasi PKL Sukajadi. Namun ia menolak memberi tahu nama lengkap sang pengusaha dan kantornya.
"Soal itu saya tidak tahu menahu. Silakan dicari sendiri," jawab Yul dengan nada khawatir.
Sementara PKL Pasar Jongkok sudah diuber-uber untuk mengosongkan areal berjualan, pengerjaan lahan relokasi masih amburadul dan masih butuh waktu lama agar benar-benar representatif untuk ditempati sebagai tempat usaha. Satu alat berat terlihat mondar-mandir melakukan pengerukan, perataan dan pemadatan.
Lamanya waktu yang dibutuhkan menyelesaikan lokasi tersebut membuat Pedagang heran, mengapa Pemko memaksa mereka pindah.
"Kalau lantainya dibiarkan berupa tanah tanpa disemen, alamat berlumpur-lumpurlah kalau hujan datang. Kerja Pemko tidak matang begini, macam mana awak mau berjualan?" keluh Iwan Lubis, seorang pedagang Pasar Jongkok.
Jika benar motif pemaksaan pengosongan Pasar jongkok untuk dipindahkan ke Purwodadi karena kepentingan bisnis perorangan, para pedagang mengaku amat menyayangkan.
Sayangnya anggota Komisi II DPRD Kota Pekanbaru, Ir Nofrizal MM justru tidak mempermasalahkan jika pengelolaan lahan relokasi PKL di Purwodadi tersebut dipegang pengusaha atau swasta.
"Kalau Pemko mau kerjasama dengan pengusaha tak masalah. Hanya saja pedagang dirugikan," kata Norfrizal kepada Pekanbaru MX.
Menjawab kecurigaan pedagang bahwa dibalik penggusuran Pasar Jongkok ada kepentingan bisnis perseorangan, Wakil Wali Kota Pekanbaru Ayat Cahyadi mengaku dirinya tak melihat adanya hal itu.
"Itu hanya kerjasama biasa saja antara Pemko dengan pihak ketiga. Tak perlu dipermasalahkan," kata pejabat asal Partai Keadilan Sejahtera tersebut.***