-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Soal Kelamin Harimau Saya Bukan Ahlinya

| Desember 25, 2012 WIB
KISAH Parno, Si Penyamak Kulit Harimau




PEKANBARU -- Sepintas tubuh ringkih dan kurus pria 165 cm itu kelihatan lemah seperti digerus beban hidup. Suparno, pria 61 tahun yang beberapa hari belakangan sangat terkenal itu sesekali menyeka buliran keringat di wajahnya yang tirus. Siang itu ia masih memakai t-shirt dan celana hijau selutut motif militer, keriput di pahanya kentara sesuai usianya.


Tapi ia sangat cekatan membolak-balik beberapa lembar kulit hewan buas basah ketika dipaparkan di halaman Mapolresta Pekanbaru, Minggu (23/12/2012) siang. Tangan kirinya bahkan dengan enteng mengangkat sebuah ember berisi kulit harimau bercampur air dan cairan kimia. Satu persatu dari 11 lembar kulit harimau sumatera (phantera tigris sumatrae) termasuk macan tutul (phantera pardus) dan beruang yang tersimpan rapat dalam 3 ember besar dan 6 ember ukuran sedang, digelar.


Beberapa kali ia memberikan “instruksi” pada beberapa polisi yang ikut membantu pemaparan kulit-kulit hewan liar tersebut. Sesekali ia menjelaskan beberapa hal terkait proses penyamakan kulit sambil mengeluarkan gumpalan kulit basah dari ember dan menggelarnya di atas plastik hitam. Suparno terlihat sangat mahir, indikasi bahwa tak keliru kalau ia mengaku waktu 25 tahun sudah ia habiskan menggeluti profesi langka ini.

Proses perendaman (Soaking), pengasaman (pickling) dan penyamakan (tanning) adalah serangkaian proses yang biasanya dikerjakan Suparno. “Ada beberapa bahan kimia seperti chlorosol, asam sulfat (H2SO4) dan spiritus yang digunakan,” terangnya.

Profesi penyamak kulit sebetulnya sah-sah saja. Suparno menikmati pekerjaan itu sebagai mata pencaharian sekaligius hobi di kediamannya Jalan Tanjung Datuk Gang Berdikari, Kecamatan Limapuluh. Tapi apa lacur, pensiunan Dinas Perhubungan ini tidak selektif, semua order penyamakan termasuk jenis kulit hewan liar yang dilindungi ia terima juga.

Apakah Suparno tidak tahu ikhwal Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang memasukkan harimau sebagai satwa yang dilindungi? “Saya tak tahu dari mana dan untuk apa digunakan kulit-kulit hewan ini” akunya. Pria berkacamata minus ini coba meyakinkan bahwa ia hanya dibayar untuk membersihkan kulit hewan. “Hewan apa saja, kambing, sapi dan termasuk ini,” katanya sambil menunjuk kulit macan tutul yang tengah digelar.

Ketika ditanya, berapa banyak order penyamakan kulit harimau yang ia terima dalam setahun. Dengan sedikit kesal ia mendelik,”You kira ada 250 ekor harimau di hutan?”

PekanbaruMX mencoba memancing dengan pertanyaan lain sekadar menguji apakah waktu 25 tahun itu telah menumbuhkan keahlian tersendiri tentang anatomi hewan baginya. “Dengan melihat harimau dalam bentuk kulit ini bapak tahu apa jenis kelaminnya?”

Dengan berseloroh ia menjawab,”Soal kelamin harimau saya bukan ahlinya. Tapi kalau betina tinggal lihat ada tidak puting susunya.”

Mungkin saja ia benar tidak tahu tentang menebak kelamin hewan, tapi bahwa ada seruan pemerintah untuk tidak memburu, membunuh dan memperdagangkan hewan liar yang dilindungi, tentulah pernah ia dengar mengingat telah puluhan tahun bergelut di dunia perkulitan hewan. Namun lagi-lagi ia mengelak saat ditanya apakah tahu tentang adanya istilah perdagangan ilegal harimau. “Tidak tahu, tidak tahu!” elaknya.

Meski mencoba bersikap santai, tapi gurat kecemasan dan beban kegelisahan tak bisa ia sembunyikan dari wajahnya. Ya, karena Kapolresta Pekanbaru Kombes Pol Drs R Adang Ginanjar sudah menyatakan tekad untuk membongkar tuntas kemungkinan adanya jaringan mafia satwa liar dari kasus ini. “Kami akan kembangkan kasus ini, sehingga kepolisian dapat mengungkap kemana arah perdagangannya, juga asal muasalnya,” tegas Adang. Dan itu artinya Suparno adalah entri point untuk mengusutnya.

Usai proses penyimpanan kulit-kulit hewan tersebut, seorang petugas kepolisian kembali menggandeng Suparno. Tentu saja kembali meringkuk dalam sel tahanan, menunggu putaran nasib berikutnya. (OCE SATRIA)

Dimuat di Harian PekanbaruMX, Selasa 25 Desember 2012, hal 20