PEKANBARU -- Permodalan yang lemah plus minimnya akses pedagang pasar ke perbankan, selama ini dilirik oleh rentenir untuk menggaet para pedagang sebagai nasabah mereka. Praktek perbankan gelap tersebut sudah berlangsung bertahun-tahun dan biasanya berkedok usaha koperasi simpan pinjam.
Fakta tersebut rupanya luput dari perhatian pemerintah, terutama pihak Dinas Pasar yang seharusnya memberikan pembinaan pada pedagang.
Salah seorang pedagang di Pasar Palapa mengaku sudah menjadi nasabah tetap perbankan gelap tersebut. Modusnya adalah pedagang diberikan pinjaman dengan besaran tertentu namun dengan bunga yang sangat tinggi mencapai 20 persen.
“Begitu kita terima uangnya, langsung dipotong 10 ribu untuk administrasi dan cicilan pertama langsung dibayar,” jawab Ronny. Ciciclan dibayar setiap hari selama 30 hari,kecuali hari minggu tidak ada penagihan. Misalnya
Jika pinjam Rp2 juta maka cicilan per hari Rp80 ribu, hingga total kewajiban peminjam adalah Rp2 juta 4 ratus ribu. Cicilan yang jelas sangat memberatkan.
“Petugas yang menagih cicilan datang setiap hari. Petugasnya biasanya datang siang, menarik tagihan kepada beberapa peminjam. Banyak juga pedagang yang minjam di sini,” jelasRony.
Tapi Rony mengakui dengan pinjaman 2 juta sampai 3 juta,sebenarnya tidak selalu digunakan untuk modal usaha seperti membeli stok barang. Ia mengaku uang yang dipinjam dari bank gelap tersebut lebih sering digunakan untuk bayar hutang lagi, atau untuk keperluan-keperluan mendadak di rumah. Meski mengaku sangat terjerat dan tercekik dengan bunga pinjaman yang besar, tapi Rony dan banyak pedagang lain tidak mampu keluar dari jeratan hutang tersebut. Keberadaan bank gelap yang menjaring pedagang pasar sebagai nasabah kenyataannya bukan menambah berkembangnya usaha para pedagang,tetapi justru memperberat beban
mereka karena bunganya sangat tinggi.
Beberapa tahun lalu sebenarnya bank plat merah seperti BRIsudah pernah melakukan penetrasi ke pasar-pasar tradisional melalui pembukaan Teras BRI. Dimulai dengan pembukaan Teras BRI di Pasar Simpang Baru Panam, bank tersebut membuka banyak Teras BRI di pasar-pasar tradisional , BRI melakukan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Untuk peminjaman kredit, Teras BRI bisa melayani nasabah hingga Rp100 juta namun terlebih dahulu nasabah harus membuka tabungan di TerasBRI mana yang akan dijadikan sebagai peminjam modal. Setoran awal hanya Rp100 ribu. Tak kurang 12 Teras BRI ada di Pasar Palapa, Pasar Pagi Arengka, Pasar Baru Panam, Pasar Dupa, Pasar Tanah Merah (Marpoyan), Pasar Sungai Pagar, PasarBaru Pangkalan kerinci, Pasar Perawang, Pasar Pusat, Pasar Kodim, Pasar Bawahdan Pasar Cik Puan. Sayangnya program tersebut sekarang tidak terdengar lagi gaungnya.
Pimpinan BRI Wilayah Pekanbaru, I Made Suprateka melalui Sekretaris pimpinan, Suci, kepada Pekanbaru MX mengatakan program TerasBRI di pasar-pasar tradisional saat ini tidak lagi dilanjutkan.
"BRI belum lagi meneruskan program tersebut, dua tiga tahun lalu masih berjalan. Sekarang tidak lagi," jelas Suci, Kamis (11/4) di Kantor BRI Jalan Sudirman.
Anggota Komisi I DPRD Kota Pekanbaru pun sudah lama meminta pemerintah melakukan pengawasan dan penindakan terhadap praktek-praktek rentenir tersebut.
“Lingkaran kemiskinan dan sistem rente yang dianut pengusaha berkedok koperasi tersebut , bukannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat,namun sebaliknya membuat ekonomi warga miskin terpuruk,” kata Kamaruzaman. ***
KOMENTAR:
Aldi, pedagang
Bodoh Kalau Ikutan Minjam;
“Saya sudah lama tidak ikut meminjam, karena setelah dipikir-pikir bukannya membantu malah kita terjerat terus. Apalagi kan bayarnya tiap hari, itu sama saja bohong kan? Uangnya belum sempat digunakan tapi tiap hari sudah
diincar tukang tagih. Nggak ada artinya.” *3.
Robi, pedagang.
Pemerintah Harusnya Membantu.
“Banyak koq kawan-kawan yang minjam. Tapi ya itu tadi,hasilnya nol koma nol. Uangnya untuk modal tapi belum jelas untung atau balik modal, tagihan sudah menanti tiap hari,tambah lagi bunganya besar. Seharusnya pemerintah dapat membantu bagaimana caranya pedagang bisa dapat permodalan dengan jalur yang benar. Tapi sampai sakarang belum ada.” *3.
Anita, pedagang.
Bank atau Koperasi Mana?
“Seharusnya ada bank pemerintah yang turun langsung ke pasar, itu bisa membantu permodalan pedagang. Kalau nggak, koperasi pedagang juga bisa,tapi selama ini koperasi pedagang pasar tidak jelas kiprahnya. Entah kenapa.” *3
Fakta tersebut rupanya luput dari perhatian pemerintah, terutama pihak Dinas Pasar yang seharusnya memberikan pembinaan pada pedagang.
“Begitu kita terima uangnya, langsung dipotong 10 ribu untuk administrasi dan cicilan pertama langsung dibayar,” jawab Ronny. Ciciclan dibayar setiap hari selama 30 hari,kecuali hari minggu tidak ada penagihan. Misalnya
Jika pinjam Rp2 juta maka cicilan per hari Rp80 ribu, hingga total kewajiban peminjam adalah Rp2 juta 4 ratus ribu. Cicilan yang jelas sangat memberatkan.
“Petugas yang menagih cicilan datang setiap hari. Petugasnya biasanya datang siang, menarik tagihan kepada beberapa peminjam. Banyak juga pedagang yang minjam di sini,” jelasRony.
Tapi Rony mengakui dengan pinjaman 2 juta sampai 3 juta,sebenarnya tidak selalu digunakan untuk modal usaha seperti membeli stok barang. Ia mengaku uang yang dipinjam dari bank gelap tersebut lebih sering digunakan untuk bayar hutang lagi, atau untuk keperluan-keperluan mendadak di rumah. Meski mengaku sangat terjerat dan tercekik dengan bunga pinjaman yang besar, tapi Rony dan banyak pedagang lain tidak mampu keluar dari jeratan hutang tersebut. Keberadaan bank gelap yang menjaring pedagang pasar sebagai nasabah kenyataannya bukan menambah berkembangnya usaha para pedagang,tetapi justru memperberat beban
mereka karena bunganya sangat tinggi.
Beberapa tahun lalu sebenarnya bank plat merah seperti BRIsudah pernah melakukan penetrasi ke pasar-pasar tradisional melalui pembukaan Teras BRI. Dimulai dengan pembukaan Teras BRI di Pasar Simpang Baru Panam, bank tersebut membuka banyak Teras BRI di pasar-pasar tradisional , BRI melakukan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Untuk peminjaman kredit, Teras BRI bisa melayani nasabah hingga Rp100 juta namun terlebih dahulu nasabah harus membuka tabungan di TerasBRI mana yang akan dijadikan sebagai peminjam modal. Setoran awal hanya Rp100 ribu. Tak kurang 12 Teras BRI ada di Pasar Palapa, Pasar Pagi Arengka, Pasar Baru Panam, Pasar Dupa, Pasar Tanah Merah (Marpoyan), Pasar Sungai Pagar, PasarBaru Pangkalan kerinci, Pasar Perawang, Pasar Pusat, Pasar Kodim, Pasar Bawahdan Pasar Cik Puan. Sayangnya program tersebut sekarang tidak terdengar lagi gaungnya.
Pimpinan BRI Wilayah Pekanbaru, I Made Suprateka melalui Sekretaris pimpinan, Suci, kepada Pekanbaru MX mengatakan program TerasBRI di pasar-pasar tradisional saat ini tidak lagi dilanjutkan.
"BRI belum lagi meneruskan program tersebut, dua tiga tahun lalu masih berjalan. Sekarang tidak lagi," jelas Suci, Kamis (11/4) di Kantor BRI Jalan Sudirman.
Anggota Komisi I DPRD Kota Pekanbaru pun sudah lama meminta pemerintah melakukan pengawasan dan penindakan terhadap praktek-praktek rentenir tersebut.
“Lingkaran kemiskinan dan sistem rente yang dianut pengusaha berkedok koperasi tersebut , bukannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat,namun sebaliknya membuat ekonomi warga miskin terpuruk,” kata Kamaruzaman. ***
KOMENTAR:
Aldi, pedagang
Bodoh Kalau Ikutan Minjam;
“Saya sudah lama tidak ikut meminjam, karena setelah dipikir-pikir bukannya membantu malah kita terjerat terus. Apalagi kan bayarnya tiap hari, itu sama saja bohong kan? Uangnya belum sempat digunakan tapi tiap hari sudah
diincar tukang tagih. Nggak ada artinya.” *3.
Robi, pedagang.
Pemerintah Harusnya Membantu.
“Banyak koq kawan-kawan yang minjam. Tapi ya itu tadi,hasilnya nol koma nol. Uangnya untuk modal tapi belum jelas untung atau balik modal, tagihan sudah menanti tiap hari,tambah lagi bunganya besar. Seharusnya pemerintah dapat membantu bagaimana caranya pedagang bisa dapat permodalan dengan jalur yang benar. Tapi sampai sakarang belum ada.” *3.
Anita, pedagang.
Bank atau Koperasi Mana?
“Seharusnya ada bank pemerintah yang turun langsung ke pasar, itu bisa membantu permodalan pedagang. Kalau nggak, koperasi pedagang juga bisa,tapi selama ini koperasi pedagang pasar tidak jelas kiprahnya. Entah kenapa.” *3