-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Ampera: Menyambung Hidup Hingga Penghujung Malam

| Februari 24, 2013 WIB
liandamarta


sentanapers, PEKANBARU – Kota Bertuah tetap hidup di malam hari. Sebagian warga kota memilih beristirahat bersama keluarga di rumah. Tapi sebagian yang lain masih melakukan berbagai aktifitas di malam hari; bekerja atau hanya sekadar menghabiskan malam melepas kesumpekan. 

Yang punya uang pas-pasan, nongkrong di warung ampera sembari menikmati nasi padang atau sekadar minum kopi dan teh telor. Sementara yang berkantong tebal biasanya menghabiskan malam di tempat-tempat hiburan malam, kafe-kafe yang  ada di  mall dan berbagai hotel. 


 
     
Keramaian malam hari di tempat hiburan malam tentu tak bisa dirasakan dari luar, karena arena hiburan, panggung dan karaoke berada di dalam ruangan. Semarak tempat  hiburan malam bisa dinikmati di atas pukul 23.00 WIB. Misalnya  di Mall Pekanbaru, Senapelan Plaza, karaoke Hotel Furaya, komplek hiburan di sepanjang Jalan Tuanku Tambusai Pekanbaru, lokasi hiburan Jalan Kuantan Raya atau Kompleks Hotel Grand Elite Jalan Riau Pekanbaru. 
   
Di luar, salah satu penanda kehidupan malam tetap berlangsung di kota Pekanbaru adalah nyala terang yang berasal dari warung-warung nasi  ampera yang biasanya menggelar dagangannya di emperan ruko yang  sudah tutup. 

Di sanalah sebuah gerobak, perangkat tenda, meja  dan kursi digelar . Mereka melayani warga kota yang memilih berhemat karena harga sepiring nasi dengan masakan khas padang, cukup merogeh kocek Rp9000 atau Rp10.00 jika makan “batambuah” alias nambah.
 
Di emperan toko sepanjang Jalan Tuanku Tambusai, di Jalan Harapan Raya, antara BRI dan  Plaza Sukaramai atau di Jalan HR Soebrantas dapat ditemui banyak pedagang kaki lima warung nasi ampera yang buka. Peminatnya selalu ramai dan biasanya berlangganan.
 
Mimi, pedagang kaki lima warung nasi ampera sekitar Pasar Cik Puan di Jalan Tuanku Tambusai, misalnya, setiap malam selalu punya langganan tetap yakni para sopir taksi yang  memilih makan malam di warung nasi ampera karena alasan ekonomis.

“Selesai makan mereka biasanya pesan kopi lalu ngobrol sekira sejam dua jam sesama supir taksi. Setelah itu bubar pergi lagi,” kata Mimi, yang sudah buka warung ampera di tempat tersebut sejak lima ahun silam.
   
“Warung ampera sebenarnya sama dengan rumah makan padang, karena menyediakan masakan khas padang. Yang membedakan, ampera harganya  lebih ekonomis dan jam buka  biasanya mulai jam lima sore sampai jam duabelas malam,” kata Mimi menjelaskan.
 
Rasulin, pengunjung warung nasi ampera milik Mimi ikut menimpali. Menurutnya mengapa harga di warung nasi ampera lebih murah,  itu ada sejarahnya.

"Tak lain karena mendukung semangat amanat penderitaan rakyat yang didengungkan Presiden Soekarno tahun 60-an," ungkapnya.
 
“Sejak itu  banyak bermunculan warung Ampera yang artinya warung murah untuk membantu rakyat yang hidupnya sangat sulit saat itu,” terang pria 65 tahun itu.
 
Soal menu, menurut Mimi, warung nasi ampera dan rumah makan biasa sama saja. Hanya, untuk tetap bisa menjangkau minat warga kota,  porsi makanan dikurangi. Selain itu sewa tempat rata-rata pemilik warung nasi ampera mendapatkannya gratis, tergantung kesediaan pemilik ruko.

Tak mau pindah

 
“Yang penting setelah tutup, tempat ini harus kta bersihkan, sampah dibuang dan disapu,” ucap Mimi.

Menanggapi  rencana Pemerintah Kota Pekanbaru yang  akan memanfaatkan lahan 1.000 meter miliknya yang terbengkalai Pelabuhan Indonesia (Pelindo), Kecamatan Senapelan sebagai pusat kuliner di malam hari, Mimi mengatakan dirinya tak berminat ikut berjualan di sana.
 
“Kan belum pasti. Yang pasti, pedagang  akan dipungut sewa tempatnya,” jawab perempuan paruh baya ini dengan nada hambar. (Oce Satria