PEKANBARU --Kini dan nanti tak sulit menemukanminimarket di Pekanbaru. Karena sudah merangsek ke pemukiman warga, dan ritel modern tersebut kerap didirikan sangat berdekatan. Inikah era kepunahan toko kelontong dan pasar tradisional?
Bambang Rianto Rustam, Dosen Magister Manajemen Universitas Riau menyebutkan kehadiran ritel modern di Pekanbaru di satu sisi baik sebagai manifestasi dari pertumbuhan ekonomi. Namun harus diakui bahwa pasar modern merupakan kompetitor bagi pasar tradisional.
Rustam mengutip penelitian ekonom Rizal Halim yang menyatakan, akibat persaingan dengan pasar modern mengakibatkan kinerja pedagang pasar tradisional frustrasi,terpuruk, dan asetnya terus menyusut. Tingkat pedagang yang sangat frustrasiseperti sekarang ini jika sampai terus dibiarkan, bisa mengakibatkan pedagang pasar tradisional dalam 5 tahun ke depan hilang.
“Musuh” pasar tradisonal di Pekanbarusebelumnya sudah ada, diantaranya di Suzuya, Mall Pekanbaru, Mall Ska, Plaza Ramayana, Plaza Citra, Giant, Lotte Mart, Mall Ciputra serta kehadiran peritel Ramayana dan Robinson di Panam Square. Semakin banyaknya lawan yang harus dihadapi pasar tradisional membuat kekhawatiran makin meningkat di kalangan pedagang kecil.
Penyebabnya menurut Rizal Halim adalah faktor lokasi yang makin berdekatan dengan pasar tradisional sehingga menimbulkan persaingan yang tidak adil, karena peritel modern didukung dengan modal kuatdan manajemen yang modern.
Faktor lainnya menurut peneliti bisnis ritel dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) Rizal Halim adalah,harga pembelian produk di toko modern umumnya lebih rendah dibandingkan dengan harga pembelian pedagang di pasar tradisional, sehingga mereka berani memberikan diskon besar-besaran. Praktik penjualan dengan harga lebih murah (predatorypricing) toko modern, disinyalir menjadi penyebab matinya sejumlah usaha pedagang pasar tradisional.
Tingginya minat peritel raksasa nasional tersebut membuka usaha di Pekanbaru karena omzet marketnya bisa mencapai Rp500 juta hingga Rp1 miliar per hari di saatpeak season atau di saat ramai.
Sementara data dari Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) mencatat, satu unit ekspansi ritel modern jenis minimarket, telah menyingkirkan 10 unit pedagang kecil. Ini berarti, satu lapangan pekerjaan yang diciptakan peritel modem, dibarengi munculnya 1,5 pengangguran dari pedagang tradisional. Sedangkan Peneliti bisnis ritel dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) Rizal Halim mengatakan, selama ini, pertumbuhan peritel modern dan tradisional memang bertolak belakang.Berdasarkan riset, ketika omzet ritel modern naik 10% maka omzet ritel tradisional turun 15%.
Sebelumnya, Walikota Pekanbaru Firdaus MT dengan sangat meyakinkan mengatakan, pihaknya yakin tidak ada masalah atas kehadiran dua ritel tersebut dengan para pedagang di Kota Bertuah.Mungkin Firdaus MT harus mewaspadai resiko meningkatnya jumlah pengangguran di Kota Pekanbaru di masa datang.
KOMENTAR Pedagang Kelontong
Latifa (40), pedagang kelontong, Pasir Putih:
Kalah Lawan Diskon
"Sekarang saja sudah mulai berkurang bang, biasanya yang beli minyak, deterjen, mie lumayanlah. Sekarang agak berkurang. Ya, maklumlah di minimarket itu katanya diskonnya ada. Saya mau kasih diskon bagaimana caranya? Ambil untungnya cuma sedikit, payahlah kalau ikut dikasih diskon. Lama-lama kita yang warung kecil begini mati juga. Orang berduit banyak dilawan..."
Rahmad (35), pengampas warung kelontong
Langganan Lari Ke Grosir
"Sejak ada grosir besar di sini, hampir semua warung langganan saya mengurangi belanjanya. Sekarang paling belanja beberapa item saja. Katanya mereka belanja di grosir besar di Sokarno Hatta itu. Ya, resiko kita yang modal kecil-kecilan ini, pasti ndak kuatlah. Modal orang miliyaran, modal kita ratusan ribu."
Iis (40), pedagang kelontong:
Mati Kita Dibuatnya!
"Kalau barang-barang macam sabun dan deterjen, keperluan dapur, ya terasa berkurangnya. Paling-paling saya ngandalin jual sayur dan ikan-ikan basah saja. Sekarang ibu-ibu lebih suka belanja ke minimarket itu. Harapan saya, tolonglah ditinjau lagi izin minimarket it. Kalau bisa jangan dekat-dekat pemukiman ini. Mati kita dibuatnya."
Bambang Rianto Rustam, Dosen Magister Manajemen Universitas Riau menyebutkan kehadiran ritel modern di Pekanbaru di satu sisi baik sebagai manifestasi dari pertumbuhan ekonomi. Namun harus diakui bahwa pasar modern merupakan kompetitor bagi pasar tradisional.
Rustam mengutip penelitian ekonom Rizal Halim yang menyatakan, akibat persaingan dengan pasar modern mengakibatkan kinerja pedagang pasar tradisional frustrasi,terpuruk, dan asetnya terus menyusut. Tingkat pedagang yang sangat frustrasiseperti sekarang ini jika sampai terus dibiarkan, bisa mengakibatkan pedagang pasar tradisional dalam 5 tahun ke depan hilang.
“Musuh” pasar tradisonal di Pekanbarusebelumnya sudah ada, diantaranya di Suzuya, Mall Pekanbaru, Mall Ska, Plaza Ramayana, Plaza Citra, Giant, Lotte Mart, Mall Ciputra serta kehadiran peritel Ramayana dan Robinson di Panam Square. Semakin banyaknya lawan yang harus dihadapi pasar tradisional membuat kekhawatiran makin meningkat di kalangan pedagang kecil.
Penyebabnya menurut Rizal Halim adalah faktor lokasi yang makin berdekatan dengan pasar tradisional sehingga menimbulkan persaingan yang tidak adil, karena peritel modern didukung dengan modal kuatdan manajemen yang modern.
Faktor lainnya menurut peneliti bisnis ritel dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) Rizal Halim adalah,harga pembelian produk di toko modern umumnya lebih rendah dibandingkan dengan harga pembelian pedagang di pasar tradisional, sehingga mereka berani memberikan diskon besar-besaran. Praktik penjualan dengan harga lebih murah (predatorypricing) toko modern, disinyalir menjadi penyebab matinya sejumlah usaha pedagang pasar tradisional.
Tingginya minat peritel raksasa nasional tersebut membuka usaha di Pekanbaru karena omzet marketnya bisa mencapai Rp500 juta hingga Rp1 miliar per hari di saatpeak season atau di saat ramai.
Sementara data dari Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) mencatat, satu unit ekspansi ritel modern jenis minimarket, telah menyingkirkan 10 unit pedagang kecil. Ini berarti, satu lapangan pekerjaan yang diciptakan peritel modem, dibarengi munculnya 1,5 pengangguran dari pedagang tradisional. Sedangkan Peneliti bisnis ritel dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) Rizal Halim mengatakan, selama ini, pertumbuhan peritel modern dan tradisional memang bertolak belakang.Berdasarkan riset, ketika omzet ritel modern naik 10% maka omzet ritel tradisional turun 15%.
Sebelumnya, Walikota Pekanbaru Firdaus MT dengan sangat meyakinkan mengatakan, pihaknya yakin tidak ada masalah atas kehadiran dua ritel tersebut dengan para pedagang di Kota Bertuah.Mungkin Firdaus MT harus mewaspadai resiko meningkatnya jumlah pengangguran di Kota Pekanbaru di masa datang.
KOMENTAR Pedagang Kelontong
Latifa (40), pedagang kelontong, Pasir Putih:
Kalah Lawan Diskon
"Sekarang saja sudah mulai berkurang bang, biasanya yang beli minyak, deterjen, mie lumayanlah. Sekarang agak berkurang. Ya, maklumlah di minimarket itu katanya diskonnya ada. Saya mau kasih diskon bagaimana caranya? Ambil untungnya cuma sedikit, payahlah kalau ikut dikasih diskon. Lama-lama kita yang warung kecil begini mati juga. Orang berduit banyak dilawan..."
Rahmad (35), pengampas warung kelontong
Langganan Lari Ke Grosir
"Sejak ada grosir besar di sini, hampir semua warung langganan saya mengurangi belanjanya. Sekarang paling belanja beberapa item saja. Katanya mereka belanja di grosir besar di Sokarno Hatta itu. Ya, resiko kita yang modal kecil-kecilan ini, pasti ndak kuatlah. Modal orang miliyaran, modal kita ratusan ribu."
Iis (40), pedagang kelontong:
Mati Kita Dibuatnya!
"Kalau barang-barang macam sabun dan deterjen, keperluan dapur, ya terasa berkurangnya. Paling-paling saya ngandalin jual sayur dan ikan-ikan basah saja. Sekarang ibu-ibu lebih suka belanja ke minimarket itu. Harapan saya, tolonglah ditinjau lagi izin minimarket it. Kalau bisa jangan dekat-dekat pemukiman ini. Mati kita dibuatnya."