PEKANBARU -- Meski puluhan aparat kepolisiaan dari Polresta Pekanbaru membuat barikade mensterilkan Pasar Jongkok dari PKL, Selasa (28/5) malam, namun puluhan pedagang tetap datang ke lokasi walaupun tidak menggelar dagangan mereka. Selain aparat kepolisian, puluhan personil Polisi Pamonag Praja Kota Pekanbaru juga berjaga-jaga di kawasan yang terkenal ke seluruh tanah air tersebut.
Turunnya tim Yustisi tersebut menandakan Pemko Pekanbaru sudah kehilangan kesabaran mengusir PKL dari Pasar Jongkok. Pemko Pekanbaru sendiri mengaku sudah menyiapkan lahan seluas 2,1 hektare di Purwodadi untuk ditempati PKL Pasar Jongkok. Namun klaim Pemko tersebut dibantah keras semua pedagang karena sesuai gfakata yang mereka dapatkan, kawasan relokasi tersebut belum layak huni.
"Bayangkan, tanah urukannya masih belum selesai, bagaimana kalau hujan? Lalu lapak-lapak yang katanya sudah siap ternyata pembuatannya asal-asalan saja. Itu pun harga sewanya mahal sekali, Rp 400 ribu sebulan.," keluh Ibet, wanita paruh baya yang sudah berjualan di Pasar Jongkok sejak setahun lalu.
Para pedagang juga menyangsikan keberlangsungan areal relokasi tersebut, karena statusnya konon dikelola pihak swasta. Pedagang khawatir jika pihak swasta yang mengelola besar kemungkinannya kelak harga sewa dinaikkan sesuka hati.
"Makanya kita curiga, kenapa Pemko ngotot memindahkan pedagang ke sana. Ada kepentingan siapa?" timpal Alex, pedagang lainnya.
Tim Yustisi Fasilitasi Dialog PKL -Wali Kota
Sempat bersitegang dengan aparat, PKL akhirnya melunak setelah secara persuasif Kompol R.Sagala, Kabag Ops Polresta Pekanbaru berjanji akan memfasilitasi dialog yang diinginkan PKL dengan pihak Wali Kota. Selama ini menurut para pedagang Wali Kota menutup diri untuk berdialog langsung dengan mereka.
"Yang jelas mereka mau mengikuti saran kita untuk sementara tidak berdagang dahulu, sampai ada kesepakatan dengan Walikota. Dan kita akan memfasilitasinya. Kemudian, selaku pihak keamanan kita juga bertindak bersifat persuasif," ujar Kompol R Sagala.
Para pedagang ingin mendengar langsung dari Wali Kota Firdaus MT alasannya bersikeras mengusir mereka dari kawasan Pasar Jongkok. Sementara jika dilihat secara jernih, keberadaan PKL justru membantu Pemko mengatasi pengangguran dan menggerakkan roda perekonomian.
"Kita ingin berdialog, minta kejelasan mengapa Pemko ngotot meniadakan Pasar Jongkok ini. Walai Kota seharusnya bisa menahan diri dan mencari titik temu dengan berdialog langsung dengan kami. Terus terang kami juga ingin mendukung program pemerintah," kata Ariadi BW selaku Ketua Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) Kecamatan Tampan.
Sementara Pemko menggunakan pendekatan keamanan untuk memuluskan kebijakan penggusuran yang dinilai pedagang berlebihan tersebut, para PKL memilih untuk tidak melakukan tindakan kekerasan.
"Kita tak ingin melawan petugas kepolisian dan Satpol PP, karena mereka hanya menjalankan tugas. Tapi jika Pemko tetap memaksa kita meninggalkan Pasar Jongkok tanpa solusi yang menguntungkan pedagang, kami akan bertahan di sini. Ini masalah perut, masalah kebutuhan anak-anak, sekolah dan keluarga kami," ungkap Anisa yang mengaku mengandalkan berjualan di Pasar Jongkok untuk menghidupi tiga orang anaknya. Sementara saat ini ia berstatus singel parent alias orangtua tunggal.
Sementara kalangan DPRD kota Pekanbaru juga kesal dengan ketidakberbihakan Pemko pada kenyamanan pedagang. DPRD Pekanbaru dan pedagang kesal atas kebijakan pemerintah yang menyerahkan pengelolaan lokasi baru yang diperuntukkan buat PKL pasar jongkok Panam kepada pihak ketiga. Belum lagi sewa yang cukup mahal yakni Rp 400 per lapak.
"Kita minta agar pasar itu dikelolah oleh Pemko Pekanbaru sehingga dapat lebih berpihak kepada pedagang. Kalau diserahkan ke pihak ketiga, pastilah pedagang akan diberatkan dengan uang sewa lapak yang tinggi," kata Zaidir Albaiza SH yang juga Ketua Ikatan Sosial Pedagang Pasar Senapelan (ISPPAS).
Sampai siang ini sejumlah pedagang yang ditemui tetap bersikukuh akan tetap bertahan di Pasar Jongkok.
"Kami merasa tak bersalah, lalu mengapa pemko ngotot betul mengusir kami?" ujar Ari. ***
Turunnya tim Yustisi tersebut menandakan Pemko Pekanbaru sudah kehilangan kesabaran mengusir PKL dari Pasar Jongkok. Pemko Pekanbaru sendiri mengaku sudah menyiapkan lahan seluas 2,1 hektare di Purwodadi untuk ditempati PKL Pasar Jongkok. Namun klaim Pemko tersebut dibantah keras semua pedagang karena sesuai gfakata yang mereka dapatkan, kawasan relokasi tersebut belum layak huni.
"Bayangkan, tanah urukannya masih belum selesai, bagaimana kalau hujan? Lalu lapak-lapak yang katanya sudah siap ternyata pembuatannya asal-asalan saja. Itu pun harga sewanya mahal sekali, Rp 400 ribu sebulan.," keluh Ibet, wanita paruh baya yang sudah berjualan di Pasar Jongkok sejak setahun lalu.
Para pedagang juga menyangsikan keberlangsungan areal relokasi tersebut, karena statusnya konon dikelola pihak swasta. Pedagang khawatir jika pihak swasta yang mengelola besar kemungkinannya kelak harga sewa dinaikkan sesuka hati.
"Makanya kita curiga, kenapa Pemko ngotot memindahkan pedagang ke sana. Ada kepentingan siapa?" timpal Alex, pedagang lainnya.
Tim Yustisi Fasilitasi Dialog PKL -Wali Kota
Sempat bersitegang dengan aparat, PKL akhirnya melunak setelah secara persuasif Kompol R.Sagala, Kabag Ops Polresta Pekanbaru berjanji akan memfasilitasi dialog yang diinginkan PKL dengan pihak Wali Kota. Selama ini menurut para pedagang Wali Kota menutup diri untuk berdialog langsung dengan mereka.
"Yang jelas mereka mau mengikuti saran kita untuk sementara tidak berdagang dahulu, sampai ada kesepakatan dengan Walikota. Dan kita akan memfasilitasinya. Kemudian, selaku pihak keamanan kita juga bertindak bersifat persuasif," ujar Kompol R Sagala.
Para pedagang ingin mendengar langsung dari Wali Kota Firdaus MT alasannya bersikeras mengusir mereka dari kawasan Pasar Jongkok. Sementara jika dilihat secara jernih, keberadaan PKL justru membantu Pemko mengatasi pengangguran dan menggerakkan roda perekonomian.
"Kita ingin berdialog, minta kejelasan mengapa Pemko ngotot meniadakan Pasar Jongkok ini. Walai Kota seharusnya bisa menahan diri dan mencari titik temu dengan berdialog langsung dengan kami. Terus terang kami juga ingin mendukung program pemerintah," kata Ariadi BW selaku Ketua Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) Kecamatan Tampan.
Sementara Pemko menggunakan pendekatan keamanan untuk memuluskan kebijakan penggusuran yang dinilai pedagang berlebihan tersebut, para PKL memilih untuk tidak melakukan tindakan kekerasan.
"Kita tak ingin melawan petugas kepolisian dan Satpol PP, karena mereka hanya menjalankan tugas. Tapi jika Pemko tetap memaksa kita meninggalkan Pasar Jongkok tanpa solusi yang menguntungkan pedagang, kami akan bertahan di sini. Ini masalah perut, masalah kebutuhan anak-anak, sekolah dan keluarga kami," ungkap Anisa yang mengaku mengandalkan berjualan di Pasar Jongkok untuk menghidupi tiga orang anaknya. Sementara saat ini ia berstatus singel parent alias orangtua tunggal.
Sementara kalangan DPRD kota Pekanbaru juga kesal dengan ketidakberbihakan Pemko pada kenyamanan pedagang. DPRD Pekanbaru dan pedagang kesal atas kebijakan pemerintah yang menyerahkan pengelolaan lokasi baru yang diperuntukkan buat PKL pasar jongkok Panam kepada pihak ketiga. Belum lagi sewa yang cukup mahal yakni Rp 400 per lapak.
"Kita minta agar pasar itu dikelolah oleh Pemko Pekanbaru sehingga dapat lebih berpihak kepada pedagang. Kalau diserahkan ke pihak ketiga, pastilah pedagang akan diberatkan dengan uang sewa lapak yang tinggi," kata Zaidir Albaiza SH yang juga Ketua Ikatan Sosial Pedagang Pasar Senapelan (ISPPAS).
Sampai siang ini sejumlah pedagang yang ditemui tetap bersikukuh akan tetap bertahan di Pasar Jongkok.
"Kami merasa tak bersalah, lalu mengapa pemko ngotot betul mengusir kami?" ujar Ari. ***