-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

APBD Riau Diperkarakan

| April 07, 2013 WIB
PEKANBARU -- Meski sudah disahkan DPRD Riau dan diverifikasi oleh Menteri Dalam Negeri, APBD Riau 2013 dinilai menyimpan banyak kejanggalan dan pertentangan dengan undang-undang. Karena itu Koalisi Hak Rakyat atas APBD (KHARAT –APBD) provinsi Riau akan mengajukan judicial review Perda APBD Riau tahun 2013 ke Mahkamah Agung dalam waktu dekat.

Koalisi Hak Rakyat atas APBD (KHARAT –APBD) provinsi Riau yang terdiri dari Fitra Riau, JIKALAHARI, AJI PEKANBARU, BEM UR, YLBH LBH Pekanbaru, Forpersma, Walhi Riau dan Riau Corrporation Trial menilai banyak kejanggalan atas dana yang dianggarkan untuk berbagai bidang. Kejanggalan tersebut misalnya anggaran yang terlalu kecil untuk rakyat sementara di sisi lain ada anggaran yang dibuat sangat besar dan tak masuk akal untuk hal-hal yang sifatnya tidak menyentuh langsung kepentingan rakyat.

Dalam dokumen yang diserahkan sebagai bahan bagi LBH Pekanbaru mengajukan gugatan judicial review ke MA, memuat berbagai bukti kejanggalan dalam penganggaran yang dibuat oleh Pemprov Riau bersama DPRD Riau.

Fitra mencontohkan bagaimana mungkin anggaran untuk bidang pendidikan yang sudah diperintahkan UUD 1945 dan UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas minimal 20 persen namun APBD Riau 2013 hanya menjatah 12,5 persen.

“Masih banyak lagi. Bandingkan misalnya anggaran untuk program peningkatan gizi untuk seluruh Riau sebanyak Rp1,9 miliar dan lihat anggaran perjalanan dinas untuk segelintir anggota DPRD Riau sebanyak Rp53 miliar,” kata Kordinator Fitra, Usman kepada Pekanbaru MX di kantornya, Jumat (5/4).
Fitra juga menyebut banyak anggaran siluman seperti anggaran untuk pagar stadion Utama sebesar Rp1,5 miliar, nyaris menyamai anggaran untuk gizi rakyat se-Riau yang hanya Rp 1,9 miliar. Belum lagi anggaran untuk pembangunan Monumen Bahasa Indonesia Rp16 miliar dan pembangunan Gedung Museum Perempuan sebesar Rp 10 miliar.

Sehari sebelumnya, dalam jumpa pers yang digelar Koalisi Hak Rakyat atas APBD (KHARAT –APBD) provinsi Riau disebutkan bahwa banyak kegiatan yang sifatnya hanya seremonial namun diberikan anggaran yang sangat besar. Kejanggalan sangat kentara dan memancing kecemburuan rakyat karena dinilai tidak adil.

“Pendapatan APBD Riau terus mengalami peningkatan. Tahun 2013 ini dengan APBD sebesar Rp 8,362 triliun itu seharusnya lebih pro rakyat. Faktanya, sangat ironis kalau kita bandingkan dengan apa yang didapat masyarakat Riau dari duit sebanyak itu. Kita melihat, ada ketidakadilan belanja daerah sehingga mengakibatkan ketimpangan kebijakan anggaran antara belanja publik dengan belanja hura-hura para pejabat,” katanya.

Fitra juga mensinyalir APBD rawan sekali dikorupsi. Hal ini karena tidak adanya transparansi dalam perencanaan anggaran. Misalnya tidak adanya informasi plafon anggaran yang disampaikan pada masyarakat. Pada pos APBD sendiri kemungkinan rawan bocor itu diantaranya melalui pos penerimaan pajak seperti hotel, restoran, reklame, kendaraan bermotor dan lainnya.

Selain kebocoran, pos APBD lainnya yang juga rentan dikorupsi, menurut Fitra, adalah pada pos anggaran DPRD dan Ekskutif, proyek-proyek fisik seperti jalan, jembatan, gedung sekolah dan puskesmas.***

foto:tribunnews