PEKANBARU -- Bila mengingat para pedagang kaki lima termasuk sektor informal yang mendukung perekonomian negara, sudah seharusnya pemerintaha memberikan perhatian penuh tidak sekedar merelokasi atau menggusur keberadaan mereka. Bahkan jika mengacu pada pasal 7 Perda No 11 Tahun 2001 tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima, ditegaskan bahwa untuk kepentingan pembanguanan usaha dana peningkatan kesejahteraan pedagang kaki lima Wali Kota berkewajiban memberikan pembinaan, bimbingan dan penyuluhan. Pertanyaannya sekarang, sudahkah Wali Kota mendahulukan kewajibannya terhadap pedagang kakai lima sebelum menindak mereka?
Berikut kepada Pekanbaru MX para pedagang kaki lima (PKL) di sepanjang jalan HR Soebrantas menyuarakan jerit hati mereka:
Awang (47 th), pedagang minuman
"Mengapa Wali Kota ngotot betul menyingkirkan kami dari sini? Seolah kami ini seperti sampah yang meresahkan
masyarakat, jadi sumber penyakit. Masyarakat yang mana yang merasa terganggu? Jangan-jangan hanya para pejabat itu yang menganggap menganggu pemandangan. Kami hanya cari sesuap nasi untuk menghidupi keluarga, bukan untuk kaya karena memang tak bisa kaya jualan di sini."
Hendri (24 th), pedagang kaos
"Kalau benar Wali Kota ajak tentara buat menggusur kami, berarti bagi pemerintah kami ini sudah seperti musuh negara. Siapa yang akan membela kami?"
Titik (30 th), pedagang asesoris dan pakaian
"Entahlah, bang. Nasib orang kecil macam awak ini selalu tak pernah jadi perhatian pemimpin di atas. Kami tidak menganggu siapa-siapa, kami hanya berjualan beberapa jam saja sehari. Lokasi yang bagus ya di sini, kalau dipindah, apa Wali KOta bisa jamin nasib kami berubah?"
Rosman (40 th): pedagang pakaian:
"Saya belum ada rencana mau pindah kemana. Saya sudah sering pindah-pindah. Tapi kalau digusur ke Puja Sera alamat bunuh diri, Pak. Kalau di sini masih bisalah buat menutup kebutuhan sehari-hari. Saya akan coba bertahan saja bersama temana-teman." *3 EKA SATRIA
Pekanbaru MX Sabtu 26 1 2013
Berikut kepada Pekanbaru MX para pedagang kaki lima (PKL) di sepanjang jalan HR Soebrantas menyuarakan jerit hati mereka:
Awang (47 th), pedagang minuman
"Mengapa Wali Kota ngotot betul menyingkirkan kami dari sini? Seolah kami ini seperti sampah yang meresahkan
masyarakat, jadi sumber penyakit. Masyarakat yang mana yang merasa terganggu? Jangan-jangan hanya para pejabat itu yang menganggap menganggu pemandangan. Kami hanya cari sesuap nasi untuk menghidupi keluarga, bukan untuk kaya karena memang tak bisa kaya jualan di sini."
Hendri (24 th), pedagang kaos
"Kalau benar Wali Kota ajak tentara buat menggusur kami, berarti bagi pemerintah kami ini sudah seperti musuh negara. Siapa yang akan membela kami?"
Titik (30 th), pedagang asesoris dan pakaian
"Entahlah, bang. Nasib orang kecil macam awak ini selalu tak pernah jadi perhatian pemimpin di atas. Kami tidak menganggu siapa-siapa, kami hanya berjualan beberapa jam saja sehari. Lokasi yang bagus ya di sini, kalau dipindah, apa Wali KOta bisa jamin nasib kami berubah?"
Rosman (40 th): pedagang pakaian:
"Saya belum ada rencana mau pindah kemana. Saya sudah sering pindah-pindah. Tapi kalau digusur ke Puja Sera alamat bunuh diri, Pak. Kalau di sini masih bisalah buat menutup kebutuhan sehari-hari. Saya akan coba bertahan saja bersama temana-teman." *3 EKA SATRIA
Pekanbaru MX Sabtu 26 1 2013
