"Departemen Penerangan adalah perangkat negara yang harus melindungi kepentingan negara. Sudah menjadi tugas kami untuk membela apapun tindakan yang diambil pemerintah."
Demikian pidato Ali Moertopo saat dilantik menjadi menteri Penerangan pada April 1978.
Sebagai tindak lanjut dari pidato tersebut, Ali melakukan tindakan terhadap perfilman Nasional. Dia menghapus aturan menteri sebelumnya yang mewajibkan importir film untuk membuat film Nasional. Akibatnya produksi film nasional jeblok tinggal sepertiga tahun sebelumnya.
Lewat Badan Sensor Film, banyak adegan film yang dianggap berpotensi menyebarkan kebencian terhadap pemerintah harus digunting jika ingin tetap beredar.
Terhadap pers, pertengahan Juli 1980,
Deppen tidak memperpanjang izin wartawan Australian Broadcasting Comission (ABC), Warwick Beutler.
"Berita-beritanya, selain mengacaukan bangsa Indonesia, mendiskreditkan bangsa Indonesia dalam kehidupan Internasional" kata menteri Ali Moertopo kepada komisi I DPR.
12 April 1982, Departemen Penerangan mencabut Surat Izin Terbit majalah Tempo, akibat pemberitaan huru-hara kampanye Golkar di lapangan Banteng.
Namun komitmen Ali terhadap pemerintahan Soeharto tak berbalas. Hubungan Ali dan Soeharto mulai terusik ketika Sudharmono, Sekretaris Negara, membuat prosedur tetap cara bertemu Presiden.
Kepada Yoga Soegomo, Ali juga menyampaikan kegundahannya. Menurut Ali, ia merasa ganjil karena tidak diminta lagi datang ke Cendana, tapi ke Bina Graha.
Ali datang ke Bina Graha diliputi tanda tanya. Saat itu Soeharto sedang membaca koran di ruang kerja. Soeharto menyilakan Ali duduk hanya dengan mengacungkan telunjuk kearah kursi sambil tetap membisu.
Tak tahan berdiam diri, Ali menanyakan alasan diminta menghadap. "Saya sedang ada rapat di Bakin", ujarnya.
Dengan enteng Soeharto menjawab, "Rapat ditinggal saja".
Jawaban ketus itu membuat Ali semakin gundah. "Aku ki salah opo? Kok begini" katanya.
Pada penghujung karir dan hidupnya mulai sakit-sakitan, Ali makin tersingkir dari kekuasaan Orde baru.
Pada awal 1983, namanya memang disebut-sebut menjadi wakil presiden mendampingi Soeharto. Ali menolak dengan alasan usia.
"Tak ada ambisi saya untuk kesana" katanya dalam rapat kerja dengan komisi I DPR.
Alih-alih menjadikan Ali sebagai wakilnya, Soeharto mengangkat dia menjadi Wakil Ketua DPA.
Meski dalam pidato pertanggungjawaban Soeharto memuji peran DPA, kala itu banyak menjuluki lembaga tersebut sebagai penampungan bagi mereka yang tersisih.
Yoga Soegomo mengatakan kekhawatiran Soeharto mengenai Ali yang semakin hari semakin populer. Pada masa itu Ali bahkan mulai berani mengkritik kegiatan bisnis anak-anak Soeharto.
"Setelah dipindah ke DPA, Pak Ali betul-betul merasa dihukum pak Harto" lanjut Yoga Soegomo.
Dari buku
Rahasia-rahasia Ali Moertopo
ITD