Laporan Eka Satria, Pekanbaru
MULUSNYA persetujuan Direksi BPD Riau (kini Bank Riau dan Kepri) atas permohonan kredit sebesar Rp 35,2 miliar PT Saras Perkasa pimpinan terdakwa Arya Wijaya ternyata penuh keganjilan. Pasalnya, baru dua hari berdiri, PT Saras Perkasa sudah mengajukan permohonan kredit sebesar itu, padahal belum mempunyai laporan keuangan perusahaan.
Menurut Ketua Majelis Hakim Krosbin Lumban Gaol, SH MH yang menyidangkan perkara tersebut, Kamis (7/11) di PN Pekanbaru, lolosnya kredit itu sangat janggal. PT Saras Perkasa diketahui berdiri pada 28 Juni 2003, selang dua hari kemudian sudah berani mengajukan permohonan kredit sebesar Rp36 miliar kepada Bank Riau.
Persidangan lanjutan atas terdakwa mantan direktur utama PT Saras Perkasa, Arya Wijaya menghadirkan saksi salah seorang staf di bagian Analisa Kredit BPD Riau. Arya Wijaya diseret atas tuduhan korupsi kredit fiktif di Bank Riau Kepri Cabang Batam. Ia didakwa terlibat membobol BPD Riau melalui bendera PT. Saras Perkasa bersama pejabat Bank BPD Riau dengan cara mengajukan kredit untuk take over pengelolaan ruko dan mall di Batam.
Saksi saat dicecar Hakim Krosbin mengenai alasan objektif pemberian kredit, mengakui dalam banyak aspek PT Saras Perkasa tidak layak mendapatkan kredit. Namun, meski hadir saat Rapat Komite bersama direksi, saksi tidak dapat menjawaba pertanyaan hakim tentang apa alasan direksi memenhui permohonan kredit tersebut.
Saksi mengakui bahwa pada saat diajukannya permohonan kredit tersebut, PT Saras Perkasa tidak memiliki kelengkapan persyaratan sebagaimana lazimnya. PT Saras Perkasa misalnya tidak mempunyai Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan surat Tanda Daftar Perusahaan. Begitupun jaminan bernilai 150 persen dari nilai kredit juga tidak ada sama sekali. PT Saras Perkasa justru mampu mengiming-imingi pihak direksi bahwa ada jaminan berupa depositi Rp 100 yang ta pernah diserahkan dan ternyata bohong belaka.
Penilaian 5-C Diabaikan
Aksi juga mengakui direksi tidak menggunakan sama sekali mekanisme pertimbangan pemberian kredit terhadap calon debitur. Seharusnya kepada calon debitur harus dilakukan penilaian atas 5 unsur penting yakni penilaian yang seksama terhadap watak debitur (Character), kemampuan (Capacity), modal (Capital), agunan (Collateral) dan prospek usaha debitur (Condition) yang dikenal dengan Penilaian 5C.
Lolosnya pengajuan permohonan kredit Rp 36 miliar (disetujui 35,2 miliar) tersebut muncul dari Rapat Komite Kredit di Kantor pusat Bank BPD Riau bertempat di lantai III pada 11 Juli 2003. Rapat Komite Kredit tersebut dipimpin dan diadakan atas inisiatif dari Zulkifli Thalib, Dirut BPD RIAU. Yang seharusnya mempunyai inisiatif, mengundang dan memimpin Rapat Komite Kredit adalah Drs. H. Zuhri Arsyad selaku Pemimpin Divisi Perkreditan BPD RIAU, akan tetapi Rapat Komite Kredit dipimpin langsung oleh terdakwa Zulkkifli Thalib.
Anehnya, meski Kepala Bagian Kredit Komersial, Syahrul dalam presentasinya di hadapan rapat komite tersebut telah meyatakan PT Saras Perkasa (Arya Wijaya) tidak layak untuk mendapatkan kredit, tapi Rapat Komite Kredit atas inisiatif Dirut BPD Riau tetap menyetujui permohonan kredit sebesar Rp.35,2 miliar.
Ketidaklayakan tersebut diantaranya adalah tidak membuat dan menyerahkan Proposal Pengajuan Kredit dan Peruntukannya, juga pada saat pengajuan kredit tidak ada dukungan financial.
Modus bobolnya uang sebesar Rp 3,2 miliar itu kemudian atas persetujuan Arya Wijaya pada tanggal 30 Juli 2003 dipindahbukukan ke rekening debitur sebanyak 139 (yang ternyata fiktif) dengan nilai tiap debitur sebesar Rp. 250 juta sebagai bentuk tanggungan PT. Karyawira Wanatama yang ditake-over sebagai kontraktor lama dan uang sebesar Rp. 3 Milyar pada tanggal 30 Juli 2003 dipindahbukukan ke rekening PT. Saras Perkasa Nomor 05.11.100414.1
Terdakwa Arya Wijaya sendiri pada persidangan sebelumnya datang dengan kursi roda karena mengalami kelumpuhan. Namun pada sidang Kamis, ia datang tanpa kursi roda. Bahkan saat berpapasan dengan Pekanbaru MX, terdakwa yang pernah buron itu berjalan cepat menaiki tangga menuju ruang sidang di lantai dua. Ia terlihat sehat. ***