-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Koruptor DPRD Riau Akhirnya Di-PAW

| Oktober 20, 2013 WIB
PEKANBARU -- Terpidana kasus korupsi suap PON XVIII, Taufan Andoso Yakin yang menjabat Wakil Ketua DPRD Riau akhirnya resmi di PAW (pergantian anatar waktu). Politisi Azmi Setiadi yang berasal dari partai yang sama yakni Partai Amanat Nasional (PAN) akan menggantikan Taufan.

Surat Keputusan untuk PAW Taufan dari Kementerian Dalam Negeri saat ini sudah berada di tangan Sekretariat DPRD Riau. Sekretaris Dewan, Zulkarnain Kadir kepada wartawan, Jumat (18/10) mengatakan dalam waktu dekat Azmi Setiady akan dilantik menjadi Wakil Ketua DPRD Riau. Untuk pelantikan pimpinan DPRD akan dilakukan oleh Ketua Pengadilan Tinggi.

Seperti diketahui, Taufan Andoso Yakin divonis empat tahun penjara untuk kasus suap PON Riau 2012 di Pengadilan Tipikor, Pekanbaru, pada Februari 2013. Taufan juga diwajibkan membayar denda Rp200 juta subsider dua bulan penjara. Putusan ini lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa, yaitu lima tahun penjara. Taufan tersangkug kasus suap Rp900 juta untuk memuluskan revisi Perda No 6/2010 tentang penambahan anggaran gedung menembak PON Riau.

Selain Taufan masih ada tujuh anggota DPRD Riau lainnya yang tersangkut kasus pidana korupsi, namun proses PAW ketujuh legislator tersebut masih berjalan. Ketujuh anggota DPRD Riau yang menjadi pesakitan tersebut adalah Zulfan Heri dan Abu Bakar Siddik (Partai Golkar), Syarif Hidayat dan Rum Zen (PPP), Adrian Ali (PAN), Turoechan Asyhari (PDI-P), dan Tengku Muhazza (Partai Demokrat).

Sementara dua koruptor lainnya yakni Faisal Aswan dan M Dunir sudah diPAW. Faisal Aswan digantikan Gumpita MSi dan M Dunir digantikan oleh Gustini Julianti.

Lamanya proses PAW empat anggota DPRD Riau ini sebenarnya menyalahi aturan perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Susunan dan Kedudukan DPR, DPD, dan DPRD tegas menyatakan, anggota DPR dan DPRD yang didakwa dengan ancaman hukuman lima tahun atau terlibat kasus korupsi, harus dinonaktifkan.

Undang-undang itu kemudian diperkuat dengan Peraturan Pemerintah No 16/2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD yang meminta Ketua DPRD atau Gubernur memproses pemberhentian. Tujuannya, agar anggota DPRD yang terlibat korupsi tidak lagi mendapat honor dan tunjangan yang sama seperti anggota aktif. Sayangnya, baik Ketua DPRD Riau maupun Gubernur Rusli Zainal tidak mengindahkan peraturan itu. Ketua partai yang menaungi anggota DPRD itu pun lalai, sehingga proses skorsing atau penonaktifan sementara tidak dilakukan.*3