-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Konflik Lahan Jadi Bom Waktu Kerusuhan Massal

| Oktober 25, 2013 WIB
Laporan Eka Satria, Pekanbaru

DPRD Riau melalui Komisi A berencana kembali akan memanggil pihak PTPN V terkait kasus bentrok warga dengan perusahaan menyangkut penyerobotan tanah ulayat yang dituduhkan warga.

Persoalan yang akan menjadi agenda masih menyangkut persoalan lahan perkebunun PTPN V di Sinama Nenek, Kampar dan persoalan Hak Guna Usaha (HGU) yang ditengarai belum dikantongi PTPN V.

Masalah warga Sinama Nenek melawan PTPN V sudah berlarut-larut dan hingga sekarang belum terselesaikan baik oleh para pihak maupun Pemkab Kampar dan DPRD Riau. Padahal menurut catatan Pekanbaru MX, November 2012 lalu sudah diagendakan pula hearing Komisi A dengan Direktur Utama PTPN V, Ir Fauzi Yusuf. PTPN V juga beberapa kali mangkir atas undangan hearing Komisi B dengan berbagai alasan yangmembuat kalangan dewan geram.

Selama ini PTPN V terkesan kukuh dan keras kepala atas berbagai tudingan dan protes warga. Bahkan Komnas HAM RI pun sudah pernah melayangkan Surat rekomendasi nomor: 034/R/TUA/Mediasi/VI/2012, tanggal 05 Juni 2012, perihal pemulihan hak masyarakat adat kenegerian Sinama Nenek, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, atas tanah ulayat seluas 2.800 hektar.

Warga menuduh tanah ulayat masyarakat adat Sinama Nenek seluas 2.800 hektar telah dikuasai oleh PTPN V secara sepihak sejak tahun 1983, padahal hingga saat ini PTPN V tidak memiliki HGU atas tanah ulayat tersebut. Yang ada saat ini hanya izin prinsip.

Politisi PAN di DPRD Riau, Hazmi Setiadi sangat menyayangkan fakta tersebut. Menurutnya. “Mereka tidak memilki HGU, hanya menggunakan izin prinsip dalam menjalankan perusahaannya,” kata Hazmi. Akibatnya tentu saja berujung pada persoalan pajak.
Komisi A menilai telah terjadi pelanggaran dalam soal keberadaan PTPN V dengan penguasaan lahan selauas 2.800 hektare tersebut.

Kehadiran PTPN V selama ini juga dinilai banyak pihak kurang menguntungkan Riau. PTPN V dipertanyakan mengenai kontribusinya terhadap daerah karena disamping banyak kasus, masyarakat juga dirugikan dengan penyerobotan lahan yang dilakukan perusahaan BUMN ini. Disebut tak memberikan kontribusi signifikan bagi PAD Riau karena pajak perusahaan langsung diserahkan kepada Pusat.

Anggota Komisi A, Gumpita menilai munculnya pertikaian warga dengan perusahaan HTI karena selama ini konflik lahan terjadi karena izin HGU lahan selalu tertutup.

"Ketika suatu perusahaan izinnya telah habis, tiba-tiba saja tanpa adanya publikasi perusahaan tersebut telah memperpanjang HGU," ujar Gumpita. .

Pakar Kewilayahan UIR, Mardianto Manan menilai klaim bahwa Riau adalah wilayah paling aman tanpa konflik selama ini adalah keliru. Menurutnya, dengan banyaknya kasus lahan antara perusahaan HTI dengan warga yang berjumlah puluhan di berbagai kawasan di Riau berpotensi menjadi bom waktu yang menunggu meledak dalam waktu tak lama lagi.

"Bayangkan, di sebuah daerah 80 persen wuilayahnya sudah dikuasai HGU-nya oleh perusahaan HTI, hanya tersisa 20 persen yang dikuasi pemerintah dan warga tempatan. Ini menimbulkan sakit hati masyarakat. Menyedihkan. Apalagi bukan rahasia lagi kalau perusahaan HTI dibekingi oleh aparat keamanan dan warga tak kuasa melawan," kata Mardianto. Kepada Pekanbaru MX di gedung DPRD Riau, Jumat (25/10). ***