-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Darisman Achmad, Politisi PKS Riau

| Agustus 17, 2013 WIB
LAMA bergelut di dunia dakwah, menjadikan Darisman Achmad, politisi Partai Keadilan Sejahtera ini lebih paham bahwa perjuangan memperbaiki ummat tidak cukup hanya lewat mimbar ke mimbar atau dari satu majelis ke majelis dakwah lainnya. Ia berpikir bahwa terjun ke politik praktis akan memungkinkan lebih mudah melakukan upaya perbaikan ummat dan kepentingan orang banyak.
Ia memilih bergabung dan berjuang bersama PKS karena platform partai itu yang jelas-jelas menempatkan politik sebagai salah satu sarana untuk melakukan perbaikan umat.

“Perbaikan yang dimaksudbukan hanya pada satu atau beberapa sisi saja, tapi menyangkut semua sisi kehidupan umat, terutama di Indonesia,” ujar suami dari Hj.Rozalina Lc ini.

Bagi Darisman, mewarnai dunia politik dengan nilai-naialai keagamaan adalah sesuatu yang harus dilakukan. Nilai-nilai Islam harus menjadi nafas bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, dan melalui politik praktis nilai-nilai Islam tersebut coba diterapkan.

“Agama, terutama Islam, jelas tidak memberi ruang sedikit pun bagi praktik politik yang menghalalkan segala cara, karena cara-cara yang seperti itu hanya mendatangkan kemudharatan bagi daerah dan masyarakat,” katanya memberi gambaran.
Yang juga membuatnya memutuskan bergabung dengan PKS adalah sistem perekrutan dan penunjukkan caleg yang berlaku di partai. Sistem yang berlaku di internal partai PKS berbeda dengan partai-partai lain.

“Saya dan teman-teman di PKS tidak pernah mengajukan diri untuk ikut sebagai caleg. Ada majelis yang menilai, siapa kader yang dianggap layak untuk dimajukan sebagai caleg. Di PKS ada majelis yang bertugas menilai kader-kader yang pantas untuk diajukan sebagai caleg, baik untuk DPR-RI, DPRD provinsi, maupun kabupaten/kota,” jelas mantan Darisman yang juga Ketua Ikadi (Ikatan Dai Indonesia) Kota Pekanbaru.

Makanya, ia ingat betul saat pencalegan dirinya tahun 2009 lalu dalam masa kampanye, ia tak begitu dalam merogoh kocek untuk keperluan sosialisasi. Karena dalam kebiasaan di PKS, para kader sangat aktif membantu sosialisasi para caleg dengan caranya masing-masing.

“Mungkin tidak sampai Rp35 juta,” katanya mengenang.

Menyinggung tentang perilaku negatif sebagian politisi terutama politisi yang duduk sebagai anggota dewan, menurut Darisman itu hanya oknum saja. Ia melihat masih banyak politisi yang terjun ke politik dengan tetap memelihara idealisme dan nawaitu yang bersih.

“Semuanya memang terpulang ke pribadi masing-masing politisi, dan nawaitu-nya untuk bergerak di bidang yang satu ini,” pungkasnya. Jika nawaitunya memang untuk ikut berjuang demi kemashlahatan orang banyak, seorang politisi akan mampu berbuat lebih maksimal.

Anggota Komisi D DPRD Riau ini adalah lulusan S1 Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir dan S2 Universitas Al-Bayt, Jordania. Dengan bekal pendidikan yang cukup serta banyak pengalaman berorganisasi membuat pria kelahiran Durian Tandang, Kampar 21 Agustus 1976 ini mampu menempatkan dirinya sebagai anggota dewan yang berprestasi. [eka satria *3]