PEKANBARU -- Wisata Riau ternyata tak didukung oleh produk kerajinan berupa souvenir yang bisa dibawa pulang wisatawan ke daerah atau negara mereka. Padahal di banyak daerah di Indonesia, souvenir khas daerah menjadi salah satu unggulan penarik wisatawan datang.

kenyataan tersebut bisa dilihat di beberapa pasar, termasuk Pasar Bawah sebagai Pasar Wisata. Minim sekali bahkan hampir sulit ditemukan kerajinan khas Riau.
Rini, pemilik toko "Ilham Souvenir" yang menjual hasil kerajinan rakyat dan souvenir di Pasar Sukaramai, Pekanbaru, mengakui kurangnya produk souvenir khas Riau.
"Hampir tak ada souvenir Riau. Paling-paling yang ada miniatur penyulingan minyak, itupun kurang laku dan sering kurang halus pengerjaannya. Saya di sini malah menjual banyak produk souvenir dari daerah lain seperti Bali dan Jawa," tutur Rini yang sudah berbisnis souvenir sejak 20 tahun lalu ini.
Ia juga menyayangkan mengapa souvenir khas Riau jarang ditemukan di pasaran. Padahal, ia yakin setiap daerah di Riau pasti memiliki souvenir khas masing-masing.
"Mungkin karena pemerintah daerah kurang memperhatikan hal ini. Atau bisa juga karena souvenir oleh pemerintah daerah dianggap tidak menguntungkan," kata perempuan paruh baya ini.
Tapi faktanya, ujar Rini, semua barang kerajinan dan souvenir yang dijual ia datangkan dari daerah lain seperti Bali, Jawa bahkan ia berbelanja barang hingga ke Banjarmasin, Kalimantan. Semua jenis souvenir asal daerah lain itu justru banyak diminati bule bahkan oleh orang Riau sendiri. Seharusnya souvenir Riau juga diproduksi.
Rini menyebut mayoritas pembelinya adalah orang-orang dari Tanjung Balai Karimun, Rohul, Bengkalis dan daerah lain di luar Pekanbaru. Selain untuk koleksi pribadi, kebanyakan pembelinya menjualkan lagi di daerah mereka.
"Dan itu laku," tukuk Rini. Sebagian pembelinya ada juga yang menjual kembali souvenir tersebut dengan cara menawarkan langsung ke berbagai perumahan elit, termasuk para ekspatriat (pekerja asing) di perumahan Cevron dan Caltex.
Ia menyayangkan bila Pemprov Riau maupun Pemko Pekanbaru masih mengabaikan upaya memproduksi souvenir khas Riau atau Melayu yang bisa dijadikan komoditi pariwisata daerah. Sementara, jelasnya, pemerintah daerah seperti Bali, Jogjakarta, Jawa Timur dan Jawa Tengah dewasa ini justru makin giat membina dan mensupport para pengrajin daerah mereka.
Pedagang souvenir yang beromset Rp 2 juta perhari dan bisa mencapai Rp 15 juta perhari jelang lebaran ini mengaku ingin sekali menyediakan souvenir khas Riau dan Melayu. Namun tak ada produksinya di Pekanbaru maupun daerah lain di Riau. Karena itu ia harus berbelanja sendiri hingga ke Bali dan Kalimantan.
Omset demikian ia peroleh dari penjualan berbagai souvenir unik dan memiliki nilai seni tinggi. Mulai dari mangkok keramik seharga Rp 15 ribu sampai Kursi Mozaik Kaca (per set) berharga Rp 2,5 juta.
Dengan harga sewa termasuk service charge di Pasar Sukaramai sebesar Rp 25 juta perbulan, Rini mengaku bisa meraup keuntungan yang disebutnya lumayan. Ia sebenarnya ingin membuka bisnisnya di Pasar Bawah atau Pasar Wisata, tapi karena keterbatasan kios strategis yang diiinginkan, Rini mengatakan akan bertahan di Pasar Sukaramai.
Kini ia menjadi satu-satunya pedagang souvenir di Pasar Sukaramai. Meski menginginkan makin banyak muncul pedagang souvenir, Rini mengatakan kondisi saat ini masih menguntungkan dirinya sebagai pedagang.
"Tapi sebenarnya semakin banyak pedagang souvenir di Pekanbaru atau Riau ini, nanti pasti akan merangsang orang Riau khususnya anak-anak muda kreatif untuk terjun memproduksi souvenir khas daerah kita sendiri. Dengan sendirinya pariwisata Riau akan semakin berkembang. Dinas Pariwisata harusnya memikirkan ini," ujar wanita yang rajin berpergian ke berbagai daerah di tanah air ini.***
From: Eka Satria Taroesmantini Pekanbaru MX by BlackBerry®