Laporan Eka Satria, Pekanbaru
PEKANBARU, KilasRiau -- Munculnya wacana pungutan retribusi terhadap usaha penyewaan tempat tinggal atau rumah kos dinilai terlualu dini dan belum tepat. Sekretaris komisi II DPRD Kota Pekanbaru bahkan menilai wacana tersebut tidak layak.
Syamsul Bahri mengemukakan bahwa Kota Pekanbaru yang akan menjadi Kota Metropolitan 2014 nanti merupakan salah satu kota tujuan pendidikan baik warga Riau maupun dari provinsi lain.
"Kita tahu umumnya kos-kosan dihuni oleh kalangan mahasiswa. Kita tahulah bagaimana kondisi rata-rata ekonomi mahasiswa kosan. Jika retribusi kos diberlakukan tentu sewa otomatis naik. Ini akan memberatkan mahasiswa," tutur politis partai Demokrat tersebut.
Ia juga tak setuju bila keberadaan rumah kos dipersamakan dengan wisma, hotel atau penginapan komersil untuk wisatawan yang retribusinya memang mendukung pemasukan bagi pendapatan asli daerah (PAD).
Sementara rumah kos bisa disebut sebagai sarana pendukung bagi dunia pendidikan karena mayoritas penghuni kos adalah kalangan pelajar dan mahasiswa.
"Tak layak dan akan memberatkan mahsiswa," ujar Syamsul Bahri.
Keberadaan rumah kos di kota pekanbaru dewasa ini tidak hanya dihuni kalangan pelajar dan mahasiswa. Layaknya kota besar, berbagai kalangan teutama kalangan pekerja dan buruh merupakan penghuni rumah kos.
Karena itu seperti disebut Ketua Banleg DPRD kota Pekanbaru, Zaidir Albaiza SH, peningkatan Upah minimum Kota (UMK) yang hanya Rp 1,7 juta seharusnya bisa dinaikkan menjadi Rp 2 juta. Kenaikan UMK tersebut tidak lain menurut Zaidir untuk biaya sewa tempat tinggal atau rumah kos buruh. Zaidir melihat, di Kota Pekanbaru saat ini memang sudah terjadi kenaikan sewa walaupun hanya sebagian kecil saja. Namun dengan kondisi ekonomi saat ini bukan tak mungkin harga sewa kos juga bakal naik.
"Jadi kenaikan UMK juga untuk antisipasi kenaikan sewa kos," kata Zaidir memberi alasan.
Terkait adanya wacana retribusi rumah kos yang mengemuka akhir-akhir ini, politisi PKB tersebut justru mendukung dengan alasan bila perkembangan usaha penyewaan rumah kos tersebut nantinya makin berkembang di kota Pekanbaru.
"Retribusi tersebut tentu dimaksudkan juga untuk penataan bagi pemilik dan Pemko, termasuk menumbuhkan rasa tanggung Jawab pemilik usaha rumah kos," tambahnya.
Apa yang dikatakan Zaidir Albaiza di lapangan memang menjadi fakta, bahwa tidak adanya penataan yang cukup dari pemerintah. Terbukti dalam banyak kasus kriminalitas di kota Pekanbaru, tempat kejadian perkaranya justru terjadi di rumah kos. Beberapa peristiwa seperti pembunuhan, kasus narkoba maupun tindakan asusila banyak terjadi di rumah kos.
"Makanya perlu penataan dan tanggung jawab pemilik usaha rumah kos. Sangat perlu ada retribusi. Ini juga mengingat usaha rumah kos di kota ini makin berkembang pesat sejalan perkembangan kota," pungkas Zaidir. ***
PEKANBARU, KilasRiau -- Munculnya wacana pungutan retribusi terhadap usaha penyewaan tempat tinggal atau rumah kos dinilai terlualu dini dan belum tepat. Sekretaris komisi II DPRD Kota Pekanbaru bahkan menilai wacana tersebut tidak layak.
Syamsul Bahri mengemukakan bahwa Kota Pekanbaru yang akan menjadi Kota Metropolitan 2014 nanti merupakan salah satu kota tujuan pendidikan baik warga Riau maupun dari provinsi lain.
"Kita tahu umumnya kos-kosan dihuni oleh kalangan mahasiswa. Kita tahulah bagaimana kondisi rata-rata ekonomi mahasiswa kosan. Jika retribusi kos diberlakukan tentu sewa otomatis naik. Ini akan memberatkan mahasiswa," tutur politis partai Demokrat tersebut.
Ia juga tak setuju bila keberadaan rumah kos dipersamakan dengan wisma, hotel atau penginapan komersil untuk wisatawan yang retribusinya memang mendukung pemasukan bagi pendapatan asli daerah (PAD).
Sementara rumah kos bisa disebut sebagai sarana pendukung bagi dunia pendidikan karena mayoritas penghuni kos adalah kalangan pelajar dan mahasiswa.
"Tak layak dan akan memberatkan mahsiswa," ujar Syamsul Bahri.
Keberadaan rumah kos di kota pekanbaru dewasa ini tidak hanya dihuni kalangan pelajar dan mahasiswa. Layaknya kota besar, berbagai kalangan teutama kalangan pekerja dan buruh merupakan penghuni rumah kos.
Karena itu seperti disebut Ketua Banleg DPRD kota Pekanbaru, Zaidir Albaiza SH, peningkatan Upah minimum Kota (UMK) yang hanya Rp 1,7 juta seharusnya bisa dinaikkan menjadi Rp 2 juta. Kenaikan UMK tersebut tidak lain menurut Zaidir untuk biaya sewa tempat tinggal atau rumah kos buruh. Zaidir melihat, di Kota Pekanbaru saat ini memang sudah terjadi kenaikan sewa walaupun hanya sebagian kecil saja. Namun dengan kondisi ekonomi saat ini bukan tak mungkin harga sewa kos juga bakal naik.
"Jadi kenaikan UMK juga untuk antisipasi kenaikan sewa kos," kata Zaidir memberi alasan.
Terkait adanya wacana retribusi rumah kos yang mengemuka akhir-akhir ini, politisi PKB tersebut justru mendukung dengan alasan bila perkembangan usaha penyewaan rumah kos tersebut nantinya makin berkembang di kota Pekanbaru.
"Retribusi tersebut tentu dimaksudkan juga untuk penataan bagi pemilik dan Pemko, termasuk menumbuhkan rasa tanggung Jawab pemilik usaha rumah kos," tambahnya.
Apa yang dikatakan Zaidir Albaiza di lapangan memang menjadi fakta, bahwa tidak adanya penataan yang cukup dari pemerintah. Terbukti dalam banyak kasus kriminalitas di kota Pekanbaru, tempat kejadian perkaranya justru terjadi di rumah kos. Beberapa peristiwa seperti pembunuhan, kasus narkoba maupun tindakan asusila banyak terjadi di rumah kos.
"Makanya perlu penataan dan tanggung jawab pemilik usaha rumah kos. Sangat perlu ada retribusi. Ini juga mengingat usaha rumah kos di kota ini makin berkembang pesat sejalan perkembangan kota," pungkas Zaidir. ***