-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Petang Megang, Potang Momogang dan Sentimen Kedaerahan

| Juli 09, 2013 WIB
SUKSES penyelengggaraan prosesi budaya Petang Megang ternyata tidak begitu saja diterima sebagai sukses masyarakat Melayu keseluruhan. Di awal-awal penyelenggaraan Petang Megang, sempat ada usulan dari sebagian kalangan agar penamaan Petang Megang diganti dengan istilah Potang Balimau atau Potang Momogang. Sejumlah tokoh Melayu menganggap tidak ada istilah Petang Megang.

Istilah Petang Megang itu sendiri dalam beberapa referensi ditemukan pengertian berbeda. Ada yang memaknainya yaitu Petang artinya sore, merujuk pada pelaksanaan ritual tersebut yang digelar pada sore hari. Sedangkan Megang berarti memegang sesuatu atau ungkapan untuk memulai sesuatu. Biasanya, seseorang akan memegang sesuatu atau benda tertentu sebagai tanda dimulainya ritual dan upacara.

Namun ada juga ditemukan pengertian lain. Pendapat ini mengemukakan bahwa "Petang" artinya sore hari dan Megang bermakna waktu antara sore dengan magrib. Istilah ini merujuk pada waktu diselenggarakannya Petang Meganga yakni dimulai sejak lepas tengah hari sekitar pukul 14.00 WIB, hingga waktu Magrib.

Kuatnya usulan mengganti istilah Petang Megang dengan Potang Balimau atau Potang Momogang diduga karena pengaruh sentimen kadaerahan, karena adanya pengaruh unsur kebudayaan Melayu Kampar. Sebagian menganggap Pekanbaru sudah sangat heterogen karena itu diragukan identitas kemelayuannya.

"Melayu itu akarnya dari Siak. Petang Megang adalah salah satu warisan masa lalu yang mempertegas identitas Melayu yang berakar dari Siak," ujar Anas menegaskan alasannya soal penamaan Petang Megang tersebut. Baginya semangat Melayu tetap harus mewarnai kehidupan Kota Pekanbaru.

Meski diakuinya, tradisi Petang Megang juga berkembang di daerah lain di Riau. Misalnya di Kabupaten Pelalawan, acara ini juga dirayakan dengan meriah dan sudah dijadikan kegiatan rutin sebagai budaya daerah. Di Pelalawan mereka menamakannya dengan "Balimau Kasai Petang Megang" bertempat di Kecamatan Langgam.

Tak hanya ketidaksetujuan sebagian masyarakat Melayu, ketidaktahuan banyak warga di sekitar sungai Siak tentang Petang Megang juga mengemuka. Seperti diutarakan Rukyah (60) seorang warga di sekitar Masjid Raya Senapelan.

"Dulu-dulu ndak ada Petang Megang, kan baru-baru ini saja. Acara Petang Megang bukan dari rakyat, tapi acara yang dibuat pemerintah (Pemko-red)," kata Rukyah.

Apa yang dikatakan Rukyah tersebut mungkin ada benarnya. Tradisi Petang Megang dalam artian tradisi masyarakat mandi dengan wewangian memang sudah lama hilang hingga Pemko Pekanbaru akhirnya mengemasnya sebagai prosesi budaya dan pariwisata. ***