-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Mengenal Mualaf Tionghoa Riau

| Juli 19, 2013 WIB


Liputan Oce Eka Satria

sentanapers, PEKANBARU -jam menjelang bedug magrib, pertanda masuknya waktu berbuka, sejumlah orang masih asyik berbincang di sebuah ruangan kantor di Jalan Harapan Raya 108, Pekanbaru. 

Dari aksen bicara, sapaan maupun mata mereka jelas mereka adalah warga keturunan Tionghoa. Namun dari kefasihan mereka melafalkan beberapa ungkapan bahasa Arab, kesan sebagai muslim taat langsung terasa. Terlebih beberapa ada yang memakai songkok haji. Muslim banget.

Ya, mereka adalah para mualaf yang tergabung dalam organisasi Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI). Rabu 17 Juli 2013 saat Sentana datang dan kemudian ikut menemani mereka, rupanya mereka tengah membahas pematangan rencana perhelatan akbar: Pelantikan Pengurus PITI Riau yang akan ditaja dalam bulan Ramadhan ini. Meeting di kantor milik salah satu pengurus PITI tersebut berlangsung hangat.


Rapat persiapan pelantikan pengurus PITI Riau. {Foto: OceSatria]



Tak terlihat kesan kecanggungan sedikit pun dari pembawaan diri bahwa mereka adalah mualaf. Justru gambaran yang bisa ditangkap adalah mereka seperti muslim lainnya. Biasa saja. Boleh jadi nilai-nilai Islam sudah terinternalisasi dalam diri mereka.

“Karena dengan begini kami ingin terlihat lebih inklusif, tidak menutup diri dari masyarakat di luar sana. Bahwa kita sama saja. Soal keyakinan adalah urusan pribadi,” ungkap Jailani, Ketua PITI Riau yang baru terpilih.

Pria paruh baya tersebut terlihat fasih dengan persoalan yang dibahas dalam meeting tersebut. Ia meminta pendapat semua peserta meeting tentang rencana Pelantikan Pengurus PITI agar berlangsung sukses. Tak kepalang tanggung, PITI Riau rencananya akan mengundang banyaak tokoh dan pejabat pemprov Riau serta Kabupaten dan Kota.


Jailani, Ketua PITI Riau


“Kami betul-betul berharap keberadaan PITI bisa bermanfaat untuk masyarakat Riau, paling tidak untuk para muslim Tionghoa ,” kata Jailani.

Becerita tentang ketertarikan pada agama Islam, Jailani menuturkan bahwa untuk menjelaskan perihal itu tak cukup hanya dengan satu atau dua kalimat.

“Bagaimana ya, Islam memang agama yang sempurna, dan nikmatnya berislam hanya bisa dirasakan dalam hati. Semisal kita selesai sholat, apa yang kita rasakan? Pasti muncul perasaan tenang dan damai dalam hati, bukan?” ujar pria yang juga aktif sebagai pengusaha ini.

Ketua PITI Kota Pekanbaru, Haji Muhammad Tohir menimpali bahwa banyak yang diperoleh dalam Islam untuk kehidupan sehari-hari.

“Yang pasti Islam membimbing hidup kita, semua hal diatur dengan aturan yang tertera dalam Al Qur’an dan Hadist. Perasaan kita menjadi lebih tenang. Itulah beda kita rasakan dibanding dengan keyakinan yang kita anut sebelum berislam,” tukuk Haji Tohir yang akrab disapa Acun ini.

Tepat pukul 18.27 WIB azan magrib berkumandang. Meeting pun dihentikan sejenak, saatnya menikmati hidangan berbuka puasa berupa kolak pisang. Rasa lapar dan haus yang ditahan sejak subuh terbayarkan dengan santapan kolak.

Sambil menikmati ta’jil, Jailani kembali bercerita tentang usahanya dan teman-temannya di PITI untuk merangkul seluruh muslim Tionghoa yang ada di wilayah Riau. Ia memperkirakan setidaknya lebih dari 2.000 jiwa muslim Tionghoa saat ini di Riau. Semuanya adalah mualaf yang perlu wadah untuk mengaktualisasi diri. Menurutnya, melalui wadah tersebut, PITI Riau berupaya untuk memberi nilai lebih kepada anggotanya seperti pembinaan keagamaan serta berbagai fasilitas lainnya.,




“Mereka mualaf dan anak-anak mereka yang notabene sudah muslim perlu kita rangkul. Ada memang yang masih malu-malu memperlihatkan identitas keislamannya, karena itu melalui PITI warga muslim Tionghoa bisa lebih percaya diri,” jelas Jailani.

Muslim Tionghoa Sudah Lama di Sumatera

Diakuinya bahwa di Indonesia, kalau ada seorang keturunan Cina masuk Islam, atau seorang Cina duduk bersimpuh di masjid menunaikan shalat, akan dianggap aneh, ganjil, dan mengherankan. Mengapa? Barangkali karena sudah tertanam anggapan bahwa golongan Cina adalah kelompok masyarakat di luar Islam. Padahal, kalau mau membaca sejarah, kita akan menemui bahwa kaum muslim Tiongkok sebenarnya telah sejak lama menjalin kerjasama dengan muslim pribumi Indonesia.

Padahal kalau dicermati sejarah, muslim Tionghoa sudah dimanifestasikan pada sosok Laksamana Cheng Ho yang terkenal itu. jauh sebelum orang-orang Barat menjelajah lautan, Cheng Ho dengan anak buahnya sudah lebih dahulu mengarungi Samudra Hindia dan ke Sumatera. Ia bersama pengikutnya sempat menemui raja di wilayah Sumatera sambil meninggalkan beberapa anak buahnya, agar turut serta dalam mengembangkan agama Islam.

Mereka lantas berbaur dengan penduduk pribumi, antara lain dengan masyarakat Melayu, Palembang dan lain sebagainya. Jelaslah, sejarah membuktikan bahwa kaum muslimin Tionghoa, sudah sejak lama menyatu dengan bangsa Indonesia.

Usai melaksanakan shalat magrib berjamaah obrolan kembali dilanjutkan sembari menikmati nasi kotak. Terlihat kebersamaan yang kental sekali dalam ikatan ukhuwah.

“Bulan puasa kali ini kami belum punya kegiatan yang rutin dan terjadwal. Yang ada hanya aktifitas masing-masing dari kami, semisal tadarus, shalat tarawih maupun ibadah-ibadah sunah lainnya. Insyaallah ke depannya setelah PITI Riau ini kita bangun bersama-sama, berbagai kegiatan Ramadhan mungkin bisa diwadahi,” tambahnya.

Menjadi muslim di tengah masyarakat Riau yang notabene mayoritas beragama Islam menurut Jailani terasa lebih indah dan semakin memperbanyak saudara dan silataurahim. Karena sesuai pesan agama bahwa sesama muslim itu adalah bersaudara.

“Karena itu bagi teman-teman anggota PITI memang diharapkan hidup membaur dengan seluruh lapisan masyarakat. Jangan nanti ada celetukan, ‘tuh, sudah Islam pun masih tak mau berbaur’. Jangan sampai ada kesan itu,” tukas salah seorang peserta meeting lainnya.

Tak salah bila Jailani dan seluruh pengurus PITI bersikeras mengadakan hajatan pengukuhan pengurus nanti dilangsungkan di tempat terbuka, bukan di gedung. Dengan diadakan di luar gedung paling tidak akan mengikis kesan inklusif di tengah masyarakat.

Hati-hati penipuan berkedok mualaf

Mualaf, di manapun selalu disenangi oleh muslim lainnya. Karena itu artinya bertambah pula saudara baru. Namun, rupanya ada saja orang yang mencoba memanfaatkan status mualaf untuk melakukan penipuan.

“Ada satu dua kasus baru-baru ini yang sempat dilaporkan kepada kami. Di mana seseorang yang mengaku mualaf dari PITI mendatangi orang-orang tertentu dan minta sumbangan. Setelah dicek ternyata tak ketahuan identitasnya,” kata Jailani bercerita.

Ia mengakui bahwa di antara mualaf Tionghoa memang ada saja yang sifatnya hit and run. Artinya masuk Islam dengan motif tertentu, setelah mendapatkan apa yang ditujunya, lalu kembali ke agama lama. Bahkan ada juga yang belum 100 persen mantap dengan keyakinan baru dan lama-lama kembali murtad.

“Karena itu saya harapakan kepada seluruh masyarakat yang kebetulan mendapati adanya orang-orang tertentu yang mengaku mualaf dari PITI, mohon bisa mengkonfirmasi pada kami. Silakan menghubungi PITI Riau pada nomor telepon (0761) 7872155 insyaallah kami siap menerima kalau ada laporan dari masyarakat,” pesan Jailani. (Oce/MX)